Seorang
ibu tua menggendong buntalan kain. Wajhnya merah tersengat matahari. Saya
memanggilnya, “Jualan apa ibu?”. “Ini den, jualan kain lap, handuk, keset,
buatan anak-anak yatim di kampung.” “Kampung ibu dimana?” “Majalaya – Bandung Den” jawab sang ibu. Saya terperangah. Ibu
lanjut usia itu bersedia dan mampu berjualan ke berbagai kota di Jawa Barat.
Ibu Etin akan kembali ke kota yang sama tiga bulan kemudian. “Kenapa ibu masih
berjualan?” saya terus bertanya.
“Di
kampung saya kan banyak anak yatim. Saya senang dengan mereka. Mereka membuat keset,
handuk, dan kain lap ini, tapi tidak bisa menjual. Maklum, masih anak-anak.
Takut ketemu orang. Saya ingin membantu mereka tapi saya nggak punya uang. Yang
saya punya satu-satunya hanya tenaga. Jadi, saya bantu mereka berjualan. Kalau
hasilnya laku dijual kan mereka bisa terus membuat kain lap ini dan terus
sekolah.” Urai Bu Etin sambil tersenyum.
Jawaban
Ibu Etin menghentikan pertanyaan saya. Cintanya apada anak yatim membuatnya melupakan
usianya. Dia abaikan jarak tempuh. Dia lupakan tidur bersama putra dan cucunya.
Dia gendong 20 kodi (400 potong kain) dari satu tempat ke tempat lain.
Teriakan ibu Etin “Kain lap...handuk...keset...kain lap,
handuk...keset” ketika menjajakan dagangan keliling kota telah menginspirasi
saya memberi yang terbaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar