Pernah, saat saya sedang memancing
rawa, Bapak datang dan duduk di sebelah saya. Ia berkata, “Mil, bapak mau
cerita, mau dengar?” Saya mengangguk. “Kamu tahu proses terjadinya mutiara?”
tanya bapak. Saya menggeleng.
Sambil merangkul pundak, beliau
melanjutkan ceritanya. “Waktu kerang muda mencari makan atau bergerak untuk
pindah ia akan membuka cangkang penutup badannya. Buka...tutup...buka...tutup.
nah, suatu kali saat cangkang itu terbuka sebutir pasir masuk ke dalam cangkang
kerang itu. Sang kerang pun menangis sambil memanggil-manggil ibunda. “Bu sakit
Bu...ada yang masuk ke dalam tubuhku.”
Sang ibu menjawab, “Sabar ya, Nak,
jangan pedulikan sakit itu, bila perlu berilah kebaikan kepada sang pasir yang
telah menyakitimu itu. Kerang muda pun menuruti nasehat ibunya. Ia menangis,
tetapi air matanya itu digunakan untuk membungkus pasir yang masuk ke dalam
tubuhnya. Hal itu terus-menerus ia lakukan. Dengan baluran air mata itu, rasa
sakitnya oun berangsur-angsur berkurang, bahkan kemudian hilang sama sekali.
Beberapa saat emudian, kerang-kerang itu pun dipanen. Kerang yang ada pasirnya
dipisahkan dengan kerang yang tidak ada pasirnya. Kerang yang tak berpasir
dijual secara obral di pinggir jalan menjadi “kerang rebus”. Sedangkan kerang
yang berpasir dijual ratusan bahkan ribuan kali lipat lebih mahal daripada
kerang tak berpasir. Mengapa bisa begitu? Karena pasir yang ada dalam kerang
itu telah dibalut dengan lapisan air mata menjadi mutiara.”
Setelah menarik nafas panjang, bapak
melanjutkan, “Kalau kamu tidak pernah mendapat cobaan, kamu akan menjadi seprti
karang rebus yang tidak ada harganya. Tapi kalau kamu mampu menghadapi cobaan,
bahkan mampu memberi manfaat pada orang lain ketika kamu sedang memdapat cobaan,
kamu akan menjadi mutiara”.
Kamu memilih menjadi apa?....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar